Kerajaan Pajajaran merupakan sebuah kerajaan Hindu yang diperkirakan beribukota di Pakuan (Bogor) di Jawa Barat. Dalam nasjah-naskah kuno nusantara, kerajaan ini sering pula disebut dengan nama Negeri Sunda, Pasundan, atau berdasarkan nama ibukotanya bernama Pakuan Pajajaran.
Menurut Prasasti Sanghyang Tapak, Kerajaan Pajajaran didirikan oleh Sri Jayabhupati pada 923 M. Kerajaan ini berhasil mencapai puncak keemasannya pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi (1482-1521 M).
Di bawah kekuasaan Prabu Siliwangi atau Ratu Jayadewata, kerajaan dalam keadaan teratur dan tenteram. Prabu Siliwangi juga mencurahkan perhatian pada pembinaan agama, pembuatan parit pertahanan, memperkuat angkatan perang, membuat jalan, dan menyusun formasi tempur di darat, tetapi angkatan lautnya terbilang lemah. Kerajaan Pajajaran kemudian runtuh pada 1597 M setelah diserang oleh Kesultanan Banten.
Kerajaan Pajajaran tidak dapat terlepas dari kerajaan-kerajaan pendahulunya, seperti Kerajaan Tarumanegara, Kerajaan Sunda dan Galuh, serta Kawali. Hal ini disebabkan pemerintahan Kerajaan Pajajaran merupakan kelanjutan dari kerajaan-kerajaan tersebut. Menurut Prasasti Sanghyang Tapak, Raja Sri Jayabhupati mendirikan sebuah kerajaan pada 923 M di Pakuan Pajajaran. Setelah Sri Jayabhupati, takhta jatuh ke tangan Rahyang Niskala Wastu Kancana dengan pusat kerajaan berada di Kawali.
Pada 1475, kerajaan dipecah dua, yaitu Kerajaan Sunda yang diperintah Susuktunggal dan Kerajaan Galuh yang dipimpin Dewa Niskala.
Pada 1478, kejatuhan Prabu Kertabumi (Brawijaya V), raja Majapahit, juga memengaruhi jalan sejarah di Jawa Barat. Kerabat keraton Majapahit pun mengungsi hingga sampai di Kawali.
Salah satunya adalah Raden Baribin, yang diterima dengan baik oleh Prabu Dewa Niskala dan dijadikan menantunya. Selain itu, Prabu Dewa Niskala juga menikahi salah seorang pengungsi yang telah bertunangan.
Dengan pernikahan tersebut, Prabu Dewa Niskala telah melanggar dua peraturan, yaitu larangan pernikahan dengan kerabat Majapahit setelah Perang Bubat dan menikahi perempuan yang telah bertunangan.
Hal ini membuat Susuktunggal mengancam memutuskan hubungan dengan Kawali. Konflik tersebut akhirnya diselesaikan dengan cara kedua raja yang berselisih sama-sama mengundurkan diri. Prabu Dewa Niskala menyerahkan takhta Galuh kepada putranya, Ratu Jayadewata. Begitu pula Susuktunggal, yang menyerahkan kekuasaan Sunda kepada Ratu Jayadewata, menantunya.
Pada 1428, Sri Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi atau Ratu Jayadewata dinobatkan dua kali untuk menerima takhta Kerajaan Sunda dan Kerajaan Galuh. Periode terakhir Kerajaan Sunda dan Galuh bersatu ini kemudian dikenal sebagai periode Kerajaan Pajajaran dengan pusat pemerintahan kembali ke Pakuan Pajajaran.
Referensi: