Guguak Sigandang adalah benteng Belanda yang menghubungkan antara Fort de Kock (Bukittinggi) dengan Kota Padang, dimana dahulunya jalan ke Padang melewati Nagari Pandai Sikek-Singgalang-Bukik Tambun Tulang (diatas air terjun lembah anai) terus ke Kapolo Ilalang - Kandang nan Ampek- Padang.
Jalan ini terus dipatroli Belanda. Salah satu patroli ini sebanyak ± 30 orang dibawah letnan Thomson. Pada tanggal 24 Mei 1833 berhasil dihadang rakyat di Guguak Sigandang. 25 orang anggota patroli mati terbunuh dan 5 orang berhasil melarikan diri. Benteng ini di serang dan dibakar Rakyat. Dan Pada tanggal 28 Mei Belanda dengan kekuatan 500 orang membalas dengan menyerang Nagari Pandai Sikek, Koto Laweh , Aie Angek dan Koto Baru.
Peritiwa berdarah di Guguak Sigandang pada Tanggal 3 Juni 1833 yang membunuh dan membantai rakyat yang diterjemahkan oleh Rusli Amran bersumber dari majalah Tijdsschrift voor Nederlandsch Indie (tanpa menyebutkan nama penulisnya). Penulis karangan tersebut adalah salah seorang tentra Belanda yang menyaksikan peristiwa tersebut. Berikut inilah terjemahan karangannya :
Benteng Guguak Sigandang dijaga oleh 7 orang serdadu pribumi dipimpin oleh seorang Kopral Belanda bernama Scharff yang tingkah lakunya tidak senonoh, dan selalu menggangu wanita dan memelihara seorang wanita dari Padang Laweh. Tingkah lakunya ini membuat marah rakyat di sekitar benteng Guguak Sigandang.
Pada suatu pagi di bulan Mei 1833, datanglah seorang Melayu yang bernama Bagindo Diacak berkunjung ke Benteng Guguak Sigandang menemui Kopral Scharff. Melayu tersebut mengajak Kopral Scharff keluar sebentar untuk berunding dengan beberapa penghulu yang telah menunggu.
Kopral Scharff tidak menaruh curiga dan turun bersama anak buahnya menuruni lereng bukit sebelah kiri. Beberapa langkah saja dia keluar dari bentengnya dan dia diserang dan dibunuh ditempat itu juga. Orang-orang melayu menyerang dan membakar benteng dan membunuh apa saja yang ditemuinya dan beruntung perempuan peliharaan Kopral masih hidup. Itulah yang terjadi di Guguak Sigandang.
Setelah ekspedisi datang untuk merebut kembali benteng Guguak Sigandang. Maka benteng Guguak Sigandang dijaga kuat sekali dibawah seorang perwira yang sekalian mengepalai pemerintahan sipil untuk VI Koto dan IV Koto. Banyak kampung-kampung disekitar benteng diserang, dibakar, dirampok.
Pada tanggal 2 Juni 1833 dikumpulkanlah pemimpin dari kampung di sekitar Benteng Guguak Sigandang, maka diitunjuklah 12 orang pemimpin diantara mereka yang merupakan biang keladi yang menyerang dan membunuh Kopral Scharff. Penunjukan ini dilakukan oleh seorang yang bernama Datuak Meka. Orang ini dahulunya bekerja sebagai pesuruh di Padang dan ditempat lain, dan selalu mendapat nama jelek sekali dimana mana.
Ke 12 orang ini ditangkap dan dipenjarakan dalam tangsi yang dibuat dari bambu yang dikerjakan oleh tawanan yang paling muda dalam satu hari siap.
“ malam itu, perwira yang berkuasa disana menerima surat perintah dari atasannya. Waktu membaca surat itu, dia pun menjadi pucat. Tetapi dia patuh menjalankan perintah. Dengan perasaan sedih, dia bersiap-siap menjalankan tugas kejam luar biasa itu. Ini terjadi pada tanggal 3 Juni 1833, pukul empat pagi. Semua serdadu disana diam-diam disuruh mengisi senapan dan disuruh pergi ketempat-tempat yang telah ditunjuk.
Ke 12 tawanan tersebut dibawah ketempat dimana Kopral Scharff tadi terbunuh. Baru saja sampai ditempat ke 12 tahanan tersebut diikat kaki dan tanggannya dan dibanting ketanah. Kemudian kepalanya disembelih dengan cara yang tidak sanggup saya tuliskan disini. Semua tawanan dibantai diatas batas prikemanusian. Bayangkan seluruh istri, ibu, anak dan saudara-saudaranya di suruh datang menyemput mayat yang tidak mempunyai berbentuk lagi. Untuk ini pena saya tidak sanggup saya pergunakan. Dengan perasaan kesal dan memalukan saya meninggalkan tempat dimana saya melihat nama Belanda di nodai , nama baiknya diinjak-injak. Komandan yang melakukan ini semua, merasa betul bahwa apa yang dikerjakan bertentangan dengan hak azazi manusia dan prikemanuasian.
Kedua belas Suhada tersebut adalah :
(1).Datuak Bandaro nan Gapuak (Pandai Sikek) kepala Lareh VI Koto,
(2).Datuak Sati (Pandai Sikek)
(3). Datuak Putiah (Pandai Sikek),
(4). Tuanku Damansiangan (Koto Laweh),
(5),Datuak Nan Geleh (Koto Laweh),
(6). Datuak Bandoro Putiah (Koto Laweh),
(7). Datuak Pamuncak (Koto Laweh),
(8).Datuak Bandaro (Koto Baru),
(9). Datuak Sinaro Panjang (Aie Angek),
(10).Datuak Putiah (Singgalang),
(11). Orang Kayo Batuah (Singgalang ),
(12),Hulubalang Bagindo Kaciak.