Tarian Zapin merupakan salah satu dari pada berbagai jenis tarian Melayu yang masih ada hingga sekarang. Tarian Zapin berasal dari perkataan Arab yaitu “Zaffan” yang artinya penari dan “Al-Zapin” yang artinya gerak kaki. Tarian ini diilhamkan oleh peranakan Arab dan diketahui berasal dari Yaman.
Bisa dikatakan bahwa Zapin adalah salah satu seni Islam yang mewujudkan konsep-konsep ajaran Islam. Oleh karena itu, didalam Zapin terkandung nilai-nilai, filsafat, etika, estetika atau semua hal yang terkait dengan seni Islam.
Sejarah Perkembangan Tari Zapin
Sebelum masuk ke Nusantara, istilah Zapin sudah lama dikenal dan dikaitkan dengan kisah kegirangan Ali bin Abi Thalib ra. Sehubungan dengan ini, Zapin berasal dari kosa kata Arab “Zafn” yang berarti pergerakan kaki cepat mengikuti rentak pukulan. Dalam prakteknya, Tari Zapin sendiri memiliki kekuatan utama pada pergerakan kaki mengikuti irama musik.
“Istilah Zapin muncul pada sekitar abad ke-6 M, ketika terjadi peperangan dengan orang-orang kafir Mekah, di mana pada waktu itu puteri Saidina Hamzah ingin ikut Nabi Muhammad untuk hijrah ke Madinah, namun Nabi Muhammad menolaknya, sehingga terjadi perdebatan, namun tak lama kemudian Nabi menunjuk Saidina Ali untuk menjadi wali pengasuh puteri Saidina Hamzah, yang kemudian Saidina Ali dengan girangnya menari dengan mengangkat kaki” (dalam Md. Nor, 2000: 84: 85; Basarshah 2010: 14; dan Husein 2011: 50).
Untuk diketahui, kerajaan-kerajaan Melayu hampir seluruhnya terletak di tepi sungai atau tepi laut, sementara orang Melayu sendiri adalah ahli berdagang. Hal ini memungkinkan kebudayaan Melayu terbuka terhadap pengaruh dari luar.
Tari Zapin adalah salah satu contoh seni pertunjukan yang berkembang menjadi kesenian Melayu. Selain di Malaysia, Singapura, Brunei dan Thailand, kesenian ini juga dikenal di Nusantara Indonesia. Tersebar mulai dari Sumatera, Kepulauan Riau, Jawa, Kalimantan, Sulawesi hingga Maluku.
Dalam sejarahnya, Tari Zapin terkait erat dengan penyebaran Islam di pesisir Nusantara pada kisaran abad ke-13 dan 14. Zapin bersama dengan kesenian Arab lain, seperti Rodat dan Hadrah diperkenalkan oleh para saudagar Arab yang sekaligus pendakwah Islam.
Di masa awal, Zapin hanyalah sebuah hiburan untuk mengungkapkan rasa gembira. Dengan iringan musik khas Arab, Marawis dan Gambus, tarian ini dibawakan dengan gerakan yang didominasi kecepatan jejak dan Langkah kaki.
Di Nusantara Indonesia sendiri, tari ini bermula dari hiburan bagi lingkungan keturunan Arab untuk kemudian masuk ke lingkungan kerajaan. Melalui persilangan dengan budaya lokal, kemudian dikenallah penggolongan tari Zapin, Zapin Arab dan Zapin Melayu.
Zapin Arab merupakan tradisi tari eksklusif di kelompok warga keturunan Arab. Sementara itu, Zapin Melayu adalah tarian yang berkembang di kalangan kaum Melayu, terutama di lingkungan kerajaan.
Selain berniaga, sebagian orang Arab juga ada yang menjadi guru agama bagi kaum kerabat kerajaan. Di kerajaan Siak Sri Indrapura, awalnya kesenian ini hanya dijadikan hiburan selepas mengaji agama, akhirnya tari dan musik Zapin berkembang menjadi hiburan di kalangan istana.
Istilah Zapin Istana pun dikenal karena tarian ini juga dibawakan dalam acara seremonial kerajaan. Di masa keemasan Kesultanan Siak Indrapura, Zapin dibina dan dipelihara sebagai satu bentuk kesenian dengan kaidah-kaidah yang luhur dan santun.
Tidak hanya berkembang pesat dilingkup istana, Tari Zapin juga di kalangan masyarakat Melayu dengan ragam dan gerak yang khas. Kesenian ini pun lestari berkat pemeliharaan yang baik sebagai kesenian istana maupun sebagai kesenian masyarakat.
Namun apa yang tumbuh di masyarakat tentu berbeda dengan yang ada di istana yang diatur dari segi adat, estetika, etika dan simbol serta secara keseluruhan disesuaikan dengan tatacara atau adat dalam istana.
Dengan demikian, seiring penyebaran agama Islam di daerah-daerah yang dipengaruhi Melayu, Zapin pun tertinggal dan mengalami proses akulturasi dengan budaya di daerah-daerah tersebut.
Seiring perkembangannya, Zapin tumbuh dan menyebar di sebagian besar daerah Riau, terutama di daerah pantai (Kepulauan Riau). Selain itu, tari ini juga tersebar di bekas pusat-pusat pemerintahan kerajaan Melayu seperti di Siak Sri Indrapura, Pulau Penyengat, Daek Tembelan dan pulau-pulau disekitar laut Cina Selatan.
Dalam perjalanan sejarahnya, penyebaran Zapin meluas melintasi daerah dan negara. Hal ini turut memungkinkan adanya perubahan-perubahan hingga tercipta ragam-ragam dan gerak yang khas yang disesuaikan dengan citarasa masing-masing daerah.
Selain itu, Zapin yang dulunya hanya dibawakan oleh kaum lelaki, sejak kisaran tahun 1960-an sudah mulai dimainkan oleh remaja putri. Bahkan ada juga yang melibatkan penari laki-laki dan wanita secara berpasangan.
Sejalan dengan perkembangan Agama Islam, Tari Zapin pun menyebar hampir di seluruh pesisir Nusantara. Tarian ini bisa ditemukan di Sumatra Utara, Riau dan Kepulauannya, Jambi, Sumatra Selatan, Bangka Belitung, Bengkulu dan Lampung.
Ada pula di Jakarta, pesisir utara – timur dan selatan Jawa, Nagara, Mataram, Sumbawa, Maumere, pesisir Kalimantan, Sulawesi Selatan dan Tengah, Gorontalo, Ternate, dan Ambon. Sedangkan di negara tetangga terdapat di Brunei Darussalam, Malaysia, dan Singapura.
Di sebagian tempat, Tari Zapin juga dikenal dengan nama berbeda. Umumnya sebutan Zapin lebih populer di Riau dan Sumatra Utara. Orang Jambi, Sumatra Selatan, dan Bengkulu menyebutnya sebagai Dana, di Lampung disebut Bedana dan di Jawa disebut Zafin.
Sementara itu, di Kalimantan dikenal dengan nama Jepin, di Sulawesi disebut Jippeng, di Maluku lebih akrab disebut Jepen dan di Nusa Tenggara dikenal sebagai Dana-Dani.
Referensi:
http://gilangrahmtul.blogspot.com/2016/04/sejarah-dan-asal-usul-tari-zapin.html
https://blogkulo.com/tari-zapin-melayu/