Sejarah Awal Adanya Pelajaran Matematika di Dunia

Sejarah Awal Adanya Pelajaran Matematika di Dunia- Matematika adalah bidang abstrak pengetahuan yang dibangun dengan bantuan penalaran logis pada konsep-konsep seperti angka, angka, struktur dan transformasi.

Menurut Berggren, JL, 2004, penemuan matematika pada jaman Mesopotamia dan Mesir Kuno, didasarkan pada banyak dokumen asli yang masih ada ditulis oleh juru tulis. Meskipun dokumen-dokumen yang berupa artefak tidak terlalu banyak, tetapi mereka dianggap mampu mengungkapkan matematika pada jaman tersebut. Artefak matematika yang ditemukan menunjukkan bahwa bangsa Mesopotamia telah memiliki banyak pengetahuan matematika yang luar biasa, meskipun matematika mereka masih primitif dan belum disusun secara deduktif seperti sekarang. Matematika pada jaman Mesir Kuno dapat dipelajari dari artefak yang ditemukan yang kemudian disebut sebagai Papyrus Rhind (diedit pertama kalinya pada 1877), telah memberikan gambaran bagaimana matematika di Mesir kuno telah berkembang pesat. Artefak-artefak berkaitan dengan matematika yang ditemukan berkaitan dengan daerah-daerah kerajaan seperti kerajaan Sumeria 3000 SM, Akkadia dan Babylonia rezim (2000 SM), dan kerajaan Asyur (1000 SM), Persia (abad 6-4 SM), dan Yunani (abad ke 3 - 1 SM).
Sejarah Awal Adanya Pelajaran Matematika di Dunia
Pelajaran Matematika

Pada jaman Yunani kuno paling tidak tercatat matematikawan penting yaitu Thales dan Pythagoras. Thales dan Pythagoras mempelopori pemikiran dalam bidang Geometri, tetapi Pythagoraslah yang memulai melakukan atau membuat bukti-bukti matematika. Sampai masa pemerintahan Alexander Agung dari Yunani dan sesudahnya, telah tercatat Karya monumental dari Euclides berupa karya buku yang berjudul Element (unsur-unsur) yang merupakan buku Geometri pertama yang disusun secara deduksi. Risalah penting dari periode awal matematika Islam banyak yang hilang, sehingga ada pertanyaan yang belum terjawab masih banyak tentang hubungan antara matematika Islam awal dan matematika dari Yunani dan India. Selain itu, jumlah jumlah dokumen yang relatif sedikit menyebabkan kita mengalami kesulitan untuk menelusuri sejauh mana peran matematikawan Islam dalam pengembangan matematika di Eropa selanjutnya. Tetapi yang jelas, sumbangan matematikawan Islam cukup besar bersamaan dengan kebangkitan pemikiran modern yang muncul himpunanelah jaman kegelapan sampai sekitar abad ke 15 himpunanelah masehi.

Penemuan alat cetak mencetak pada jaman modern, yaitu sekitar abad ke 16, telah memungkinkan para matematikawan satu dengan yang lainnya melakukan komunikasi secara lebih intensif, sehingga mampu menerbitkan karya-karya hebat. Hingga sampailah pada jamannya Hilbert yang berusaha untuk menciptakan matematika sebagai suatu sistem yang tunggal, lengkap dan konsisten. Namun usaha Hilbert kemudian dapat dipatahkan atau ditemukan kesalahannya oleh muridnya sendiri yang bernama Godel yang menyatakan bahwa tidaklah mungkin diciptakan matematika yang tunggal, lengkap dan konsisten. Persoalan Geometri dan Aljabar kuno, dapat ditemukan di dokumen yang tersimpan di Berlin. Salah satu persoalan tersebut misalnya memperkirakan panjang diagonal suatu persegi panjang. Mereka menggunakanhubungan antara panjang sisi-sisi persegi panjang yang kemudian mereka menemukan bentuk segitiga siku-siku. Hubungan antara sisi-sisi siku-siku ini kemudian dikenal dengan nama Teorema Pythagoras. Teorema Pythagoras ini sebetulnya telah digunakan lebih dari 1000 tahun sebelum ditemukan oleh Pythagoras.

Orang-orang Babilonia telah menemukan sistem bilangan sexagesimal yang kemudian berguna untuk melakukan perhitungan berkaitan dengan ilmu-ilmu perbintangan. Para astronom pada jaman Babilonia telah berusaha untuk memprediksi suatu kejadian dengan mengaitkan dengan fenomena perbintangan, seperti gerhana bulan dan titik kritis dalam siklus planet (konjungsi, oposisi, titik stasioner, dan visibilitas pertama dan terakhir). Mereka menemukan teknik untuk menghitung posisi ini (dinyatakan dalam derajat lintang dan bujur, diukur relatif terhadap jalur gerakan jelas tahunan Matahari) dengan berturut-turut menambahkan istilah yang tepat dalam perkembangan aritmatika. Matematika di Mesir Kuno disamping dikarenakan pengaruh dari Masopotamia dan Babilonia, tetapi juga dipengaruhi oleh konteks Mesir yang mempunyai aliran sungai yang lebar dan panjang yang menghidupi masyarakat Mesir dengan peradabannya. Persoalan hubungan kemasyarakatan muncul dikarenakan kegiatan survive bangsa Mesir menghadapi keadaan alam yang dapat menimbulkan konflik diantara mereka, misalnya bagaimana menentukan batas wilayah, ladang atau sawah dipinggir sungai Nil himpunanelah banjir bandang terjadi yang mengakibatkan tanah mereka tertimbun lumpur hingga beberapa meter. Dari salah satu kasus inilah kemudian muncul gagasan atau ide tentang luas daerah, batas-batas dan bentuk-bentuknya. Maka pada jaman Mesir Kuno, Geometri telah tumbuh pesat sebagai cabang Matematika.

Dalam waktu relatif singkat (mungkin hanya satu abad atau kurang), metode yang dikembangkan oleh orang Babilonia dan Masir Kuno telah sampai ke tangan orang-orang Yunani. Misal, Hipparchus (2 abad SM) lebih menyukai pendekatan geometris pendahulu Yunani, tetapi kemudian ia menggunakan metode dari Mesopotamia dan mengadopsi gaya seksagesimal. Melalui orang-orang Yunani itu diteruskan ke para ilmuwan Arab pada abad pertengahan dan dari situ ke Eropa, di mana itu tetap menonjol dalam matematika astronomi selama Renaissance dan periode modern awal. Sampai hari ini tetap ada dalam penggunaan menit dan detik untuk mengukur waktu dan sudut. Aspek dari matematika Babilonia yang telah sampai ke Yunani telah meningkatkan kualitas kerja matematika dengan tidak hanya percaya denganbentuk-bentuk fisiknya saja, melainan diperoleh kepercayaan melalui bukti-bukti matematika. Prinsip-prinsip Teorema Pythagoras yang sudal dikenal sejak jaman Babilonia yaitu sekitar seribu tahun sebelum jaman Yunani, mulai dibuktikan secara matematis oleh Pythagoras pada jaman Yunani Kuno.
Pada jaman Yunani Kuno, selama periode dari sekitar 600 SM sampai 300 SM , yang dikenal sebagai periode klasik matematika, matematika berubah dari fungsi praktis menjadi struktur yang koheren pengetahuan deduktif. Perubahan fokus dari pemecahan masalah praktis ke pengetahuan tentang kebenaran matematis umum dan perkembangan obyek teori mengubah matematika ke dalam suatu disiplin ilmu. Orang Yunani menunjukkan kepedulian terhadap struktur logis matematika. Para pengikut Pythagoras berusaha untuk menemukan secara pasti

Panjang sisi miring suatu segitiga siku-siku. Tetapi mereka tidak dapat menemukan angka yang tertentu dengan skala yang sama yang berlaku untuk semua sisi-sisi segitiga tersebut.

Hal inilah yang kemudian dikenal dengan persoalan Incommensurability, yaitu adanya skala yang tidak sama agar diperoleh bilangan yang tertentu untuk sisi miringnya. Jika dipaksakan digunakan skala yang sama (atau commensurabel) maka pada akhirnya mereka menemukan bahwa panjang sisi miring bukanlah bilangan bulat melainkan bilangan irrasional.

Prestasi bangsa Yunani Kuno yang monumental adalah adanya karya Euclides tentang Geometri Aksiomatis. Sumber utama untuk merekonstruksi pra-Euclidean buku karya Euclides bernama Elemen (unsur-unsur), di mana sebagian besar isinya masih relevan dan digunakan hingga saat kini. Element terdiri dari 13 jilid. Buku I berkaitan dengan kongruensi segitiga, sifat-sifat garis paralel, dan hubungan daerah dari segitiga dan jajaran genjang; Buku II menetapkan kehimpunanaraan yang berhubungan dengan kotak, persegi panjang, dan segitiga; Buku III berisi sifat-sifat Lingkaran; dan Buku IV berisi tentang poligon dalam lingkaran. Sebagian besar isi dari Buku I-III adalah karya-karya Hippocrates, dan isi dari Buku IV dapat dikaitkan dengan Pythagoras, sehingga dapat dipahami bahwa buku Elemen ini memiliki sejarahnya hingga berabad-abad sebelumnya. Buku V menguraikan sebuah teori umum proporsi, yaitu sebuah teori yang tidak memerlukan pembatasan untuk besaran sepadan. Ini teori umum berasal dari Eudoxus.

Berdasarkan teori, Buku VI menggambarkan sifat bujursangkar dan generalisasi dari teori kongruensi pada Buku I. Buku VII-IX berisi tentang apa yang oleh orang-orang Yunani disebut "aritmatika," teori bilangan bulat. Ini mencakup sifat-sifat proporsi numerik, pembagi terbesar, kelipatan umum, dan bilangan prima(Buku VII); proposisi pada progresi numerik dan persegi (Buku VIII), dan hasil khusus, seperti faktorisasi bilangan prima yang unik ke dalam, keberadaan yang tidak terbatas jumlah bilangan prima, dan pembentukan "sempurna" angka, yaitu angka-angka yang sama dengan jumlah pembagi (Buku IX). Dalam beberapa bentuk, Buku VII berasal dari Theaetetus dan Buku VIII dari Archytas. Buku X menyajikan teori garis irasional dan berasal dari karya Theaetetus dan Eudoxus. Buku Xiberisi tentang bangun ruang; Buku XII membuktikan theorems pada rasio lingkaran, rasio bola, dan volume piramida dan kerucut. Warisan Matematika Yunani, terutama dalam geometri , sangat besar. Dari periode awal orang-orang Yunani merumuskan tujuan matematika tidak dalam hal prosedur praktis tetapi sebagai disiplin teoritis berkomitmen untuk mengembangkan proposisi umum dan demonstrasi formal. Kisaran dan keragaman temuan mereka, terutama yang dari abad SM-3, geometri telah menjadi materi pelajaran selama berabad-abad himpunanelah itu, meskipun tradisi yang ditransmisikan ke Abad Pertengahan dan Renaissance tidak lengkap dan cacat.

Peningkatan pesat dari matematika di abad ke-17 didasarkan sebagian pada pembaharuan terhadap matematika kuno dan matematika pada jaman Yunani. Mekanika dari Galileo dan perhitungan-perhitungan yang dibuat Kepler dan Cavalieri, merupakan inspirasi langsung bagi Archimedes. Studi tentang geometri yang dilakukan oleh Apollonius dan Pappus dirangsang oleh pendekatan baru dalam geometri-misalnya, analitik yang dikembangkan oleh Descartes dan teori proyektif dari Desargues Girard.

Kebangkitan matematika pada abad 17 sejalan dengan kebangkitan pemikiran para filsuf sebagai anti tesis abad gelap dimana kebenaran didominasi oleh Gereja. Maka Copernicus merupakan tokoh pendobrak yang menantang pandangan Gereja bahwa bumi sebagai pusat jagat raya; dan sebagai gantinya dia mengutarakan ide bahwa bukanlah Bumi melainkan Mataharilah yang merupakan pusat tata surya, sedangkan Bumi mengelilinginya. Jaman kebangkitan ini kemudian dikenal sebagai Jaman Modern, yang ditandai dengan munculnya tokoh-tokoh pemikir filsafat sekaligus matematikawan seperti Immanuel Kant, Rene Descartes, David Hume, Galileo, Kepler, Cavalieri, dst.
Posting Komentar (0)
Lebih baru Lebih lama